Weaknesses In Me

Sering sekali dalam hidup, manusia membatasi diri dengan fixed concept of themselves dan cenderung menjadikan hal tersebut sebagai alasan agar orang lain dapat memakluminya.

Disadari atau tidak hal tersebut menjadi lifestyle dalam hidup seseorang. Dengan kata lain, kelemahan dan kekurangan menjadi patokan atau penghalang untuk sebuah kesuksesan. Adalah pengalaman yang tidak enak saat kita menemukan adanya kelemahan dalam diri kita apalagi saat hal tersebut diketahui oleh orang lain.

Kelemahan itu bisa jadi sifat kita atau hal yang berhubungan dengan fisik kita. Menanggapi hal tersebut, beberapa orang dengan simpel berkata ‘ya, ini memang gw’ dan mencap diri sendiri dengan kelemahan tersebut.

Menyerah terhadap kelemahan berbeda dengan sekedar menerima keadaan. Orang yang menyerah terhadap kelemahan atau kekurangan cenderung menyalahkan keadaan dan memutuskan untuk tidak melakukan apa-apa dengan berpikir kalau semuanya itu adalah nasib.

Kemudian pertanyaan pun muncul, can we really overcome our weaknesses? Memang tidak mudah mengatasi hal tersebut tetapi jika kita mau, pasti akan ada solusi. “anda” bukan masalah anda

Terkadang kita cenderung berpikir bahwa beginilah diri kita beserta kelemahan-kelemahan yang ada. Hal ini tidaklah benar. Saat awan menutupi matahari, itu bukan berarti bahwa matahari tidak eksis. Semuanya kembali terserah kepada diri kita masing-masing, apakah kita mau menyerah dengan kelemahan dan kekurangan yang kita punya atau kita mau melakukan sesuatu yang lain tanpa memfokuskan diri kita pada kekurangan atau kelemahan yang ada.

Jangan Menyerah

seperti kata the massive ‘jangan menyerah’! Saat kita sadar akan kelemahan dan kekurangan kita, jangan menyerah! Pastinya tidak mudah untuk mengatasi kelemahan dan kekurangan yang kita miliki, tapi bukan berarti kita harus menyerah begitu saja. Seize the moment, seize the day, no matter what kelemahan atau kekurangan yang ada di dalam hidup kita, biarlah kita dapat terus berlari untuk mengejar mimpi.

So, bagaimana sikap kita dengan kelemahan dan kekurangan yang kita punya? Apakah kita mau menyerah begitu saja atau apakah kita mau terus maju tanpa memfokuskan pikiran kita pada kelemahan dan kekurangan yang ada.

Semuanya kembali kepada diri kita masing-masing. Well, memang semuanya itu bukan hal yang mudah dan instan seperti indomie seleraku.

Tapi adalah suatu hal yang pasti kalau Tuhan memiliki rencana yang indah untuk setiap dari kita. No matter what kekurangan atau kelemahan yang ada di dalam diri kita atau bahkan crack di hidup kita, Dia tetap mengasihi kita. Dia juga dapat memakai setiap dari kita untuk menjadi “hero” di dalam Dia walaupun kita memiliki kekurangan dan kelemahan. Hanya saja kita perlu datang kepada Dia membawa semua kelemahan dan kekurangan atau bahkan crack yang kita punya. Dia yang akan menyempurnakan semuanya!

Baiklah kawan! Mari menjadi “HERO” di dalam Dia tentunya!

Author – Dyah Ayu Pranintyasari

Merdeka

Bulan Agustus merupakan bulan kemerdekaan bagi bangsa Indonesia, bulan dimana bangsa Indonesia merayakan kemerdekaannya dari kolonialisme, dari penjajahan, dan kemerdekaan untuk berdiri sendiri sebagai bangsa yang besar, dan yang terutama BEBAS. Karena itu kata Merdeka sering ditambahkan dengan kata Bebas, itu yang sering kita dengar ‘Bebas Merdeka’.

Tidak hanya suatu bangsa yang menginginkan untuk merdeka, kita semuanya juga menginginkan kemerdekaan dan kebebasan. Teringat waktu di mana kita masih kecil, serasa ingin cepat-cepat besar, hidup sendiri dan mandiri. Itu yang sering kita impikan. Tetapi apakah sebenarnya kemerdekaan itu.

Kita tentu pernah mendengar tentang cerita anak yang hilang. Cerita yang disampaikan oleh Yesus Kristus sendiri, dimana ada seorang anak yang ingin ‘merdeka’, seorang anak yang ingin hidup bebas, ingin hidup tidak lagi di rumah ayahnya. Ia pun meminta hak warisnya, dan kemudian memulai hidupnya yang bebas merdeka. Ia pergi jalan-jalan, pergi main-main, makan, pesta pora, mungkin juga shopping, dan hidup bebas merdeka berbuat menurut apa yang dikehendakinya. Hidup bebas merdeka, dimana tidak ada yang memarahi, melarang, hidup senang. Don’t we all love to live like that?

Sering kali gambaran inilah yang kita sangka arti hidup bebas merdeka itu. Hidup seperti anak yang hilang ini. Tetapi dari cerita ini, kita tahu bahwa bukan itu arti sebuah kemerdekaan. Dari cerita ini, kita dapat melihat bahwa ternyata ‘bebas merdeka’ yang sering kita pikirkan ternyata hanyalah another form of slavery, bahwa anak ini hidup di bawah penjajahan dunia dan dosa.

Seseorang menggambarkan arti kemerdekaan itu sebagai ‘Being able to be all that you were meant to be’. Being able to be all that you were meant to be. To be YOU. Kalau boleh saya tambahkan” Being able to be all that God intended us to be”. That is freedom, hidup yang tidak lagi dibawah penjajahan dunia, dan penjajahan dosa, hidup yang tidak lagi bergantung kepada keduniawian, atau hidup yang tidak lagi bergantung kepada nafsu yang sia-sia. Hidup yang dimerdekakan oleh kasih Kristus.

Rasul Yohanes berkata (1 Yohanes 5:20) … bahwa Anak Allah telah datang dan telah mengaruniakan pengertian kepada kita…. Jadi Yesus datang juga untuk memberikan kepada kita pengertian. Apa yang dikatakan Yesus tentang pengertian untuk bagaimana untuk memperoleh kemerdekaan ini? Yohanes 8:30-32

John 8:30  Setelah Yesus mengatakan semuanya itu, banyak orang percaya kepada-Nya.

John 8:31  Maka kata-Nya kepada orang-orang Yahudi yang percaya kepada-Nya: “Jikalau kamu tetap dalam firman-Ku, kamu benar-benar adalah murid-Ku

John 8:32  dan kamu akan mengetahui kebenaran, dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu.”

Bahwa kita akan hidup merdeka kalau kita mengetahui kebenaran Kristus. Hidup bebas ‘to be all that God intended us to be’.

Kalau mau ditaruh dalam konteks yang lebih practical, dengan memiliki kemerdekaan Kristus, kita akan dapat hidup dengan jelas, dalam arti kita akan mengetahui kehendak Tuhan untuk hidup kita, hidup kita tidak akan terasa sia-sia atau bosan, hidup kita akan merdeka atas kekhawatiran, merdeka atas guilt and shame karena kegagalan kita, dan merdeka atas banyak hal-hal lainnya.

Merdeka atas kekhawatiran adalah hal yang sangat penting karena berapa banyak dari kita yang khawatir akan hidup ini (mungkin sekarang belom, tapi nanti kalau umur terus bertambah, nahhh ….), khawatir akan sekolah, khawatir akan pekerjaan, khawatir akan uang, khawatir tentang keluarga, dan kalau sudah lebih tua, khawatir tentang sakit, dan khawatir tentang kematian, what next after this life, dan kekhawatiran lainnya. Di dalam Kristus, kita akan dimerdekakan atas itu semua. What a wonderful promise!!

Bagaimana kita dapat meraih kemerdekaan itu? Apakah membutuhkan bambu runcing seperti pada saat Indonesia memperjuangkan kemerdekaan?

Yesus berkata untuk kita dapat memperoleh kemerdekaan itu, yang pertama adalah:

  1. Kita perlu percaya. Di dalam ayat Yoh 8:30 dikatakan, ‘Orang percaya kepadaNya’. Percaya kepadaNya, di dalam terjemahan Inggris ada dua, dalam New King James, dipakai ‘Many believed ON Him’, dalam terjemahan NIV, dipakai ‘Many put their faith IN Him. Kita lihat dari kata ‘ON’ dan ‘IN’ ini, bahwa hal pertama adalah kita perlu percaya kepada Kristus, tidak hanya percaya, tapi kepercayaan yang mengandung kata ‘ON’ dan ‘IN’ dengan kata lain, kita percaya kepada Kristus diatas, didalam, disekeliling, ON dan IN. Percayalah kepada Kristus sepenuhnya.
  2. Hidup di dalam Firman dan menjadi murid. Sejalan dengan Visi dan Misi gereja kita, Reach and Teach the generation for Christ. Penting bagi kita untuk hidup di dalam Firman dan menjadi murid. Bukan hidup kekristenan yang seperti ‘Join a Christian Club’, tapi yang benar-benar mau dilatih menjadi murid Kristus dengan ketaatan dan full commitment.
  3. Terimalah kebenaran. Know the truth. Menerima kebenaran Kristus di dalam hidup kita secara full dan non-selective. Tidak hanya menerima kebenaran yang ‘enak’ tapi juga menerima kebenaran yang kadang kala menurut kita ‘tidak enak’.

Dan seperti yang Yesus katakan, kita akan menerima kemerdekaan itu “Jikalau kamu tetap dalam firman-Ku, kamu benar-benar adalah murid-Ku dan kamu akan mengetahui kebenaran, dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu.”

BEBAS MERDEKA

Author – Sucipto Prakoso

Imagine

Bayangkan hidup di tengah padang pasir, di dalam tenda tenda, tanpa listrik, dan tanpa TV. Bayangkan kita lahir di tanah asing, dimana yang ada hanyalah padang pasir, kerja keras, dan chal  lenge challenge hidup lainnya. Pastinya hidup akan sangat susah. Jangankan mencari keran air, mencari sumber mata air saja susah. Apalagi jika kemudian kita harus berpindah-pindah tempat.

Inilah keadaan yang harus dialami oleh Abraham serta orang-orang yang mengikutinya. Mungkin setiap hari mereka harus menghadapi challenges yang ada di dalam kehidupan mereka bersama Tuhan. Mereka harus terus berpindah, mencari air,  menghindari sand storm yang biasanya sering terjadi di padang pasir, tanpa listrik, tanpa toilet dengan flush, dan tanpa TV.

Di dalam Kejadian 14:14 dikatakan bahwa ada 318 orang yang lahir di rumah Abraham. Sekali lagi, jangan bayangkan rumah jaman modern, rumah di jaman Abraham itu adalah tenda yang mungkin saja hanya berisi barang barang yang sangat mereka perlukan untuk survive di tengah-tengah keganasan padang pasir Timur Tengah.

Belum lagi ancaman dari orang-orang yang tinggal di sekitar mereka yang tidak suka dengan mereka. Kita baca sejenak dari Kisah ini

Kejadian 14:14  Ketika Abram mendengar, bahwa anak saudaranya tertawan, maka dikerahkannyalah orang-orangnya yang terlatih, yakni mereka yang lahir di rumahnya, tiga ratus delapan belas orang banyaknya, lalu mengejar musuh sampai ke Dan.

Kejadian 14:15  Dan pada waktu malam berbagilah mereka, ia dan hamba-hambanya itu, untuk melawan musuh; mereka mengalahkan dan mengejar musuh sampai ke Hoba di sebelah utara Damsyik.

Kejadian 14:16  Dibawanyalah kembali segala harta benda itu; juga Lot, anak saudaranya itu, serta harta bendanya dibawanya kembali, demikian juga perempuan-perempuan dan orang-orangnya.

Karena sadar bahwa hidup itu challenging, mereka tidak hanya perlu di“lahir”kan tapi juga perlu di”latih” atau training. Training untuk menghadapi keadaan di padang pasir, training tindakan darurat yang perlu dilakukan pada saat musuh menyerang, dan saya percaya sebagai orang yang lahir di rumah Abraham, mereka juga pasti akan di-training untuk mengenal Allah yang memanggil Abraham. Bayangakan berdoa dan beribadah bersama-sama dengan lebih dari 318 orang yang tinggal di rumahnya. Betapa dahsyatnya pada saat 318 orang berdoa bersama, mengakui bahwa hidup ini hanya bergantung kepada Tuhan saja. It must be so powerful and wonderful.

Dan karena karena ter”latih” inilah, mereka dapat mengalahkan musuh dan menyelamatkan Lot dan keluarnya. Tentunya mereka tidak akan dapat mengalahkan musuh kalau mereka hanya lahir, namun tidak ter”latih” bersama-sama dengan satu tujuan yaitu hidup dengan mengikuti kehendak Tuhan saja. Abraham tahu akan hal ini, karena itu ia melatih mereka.

Bagi saya dan semua dari kita yang sudah lahir di tengah-tengah convenience of the world, kita sangat tidak suka untuk hidup tanpa listrik, TV, air, dan sudah pasti tidak suka yang namanya pindah-pindah rumah. Kita telah lahir di dunia yang begitu memanjakan kita. Karena itu, kita cenderung untuk menjadi egois, menjadi so-called “independent”, dan lupa/tidak sadar bahwa sebenarnya dunia ini tidak terpisahkan dari challenge challenge yang ada dan yang akan ada. Kita lupa bahwa setiap dari kita ini perlu lahir dan dilatih di dalam Tuhan agar kita dapat melewati challenge challenge yang ada.

Kita suka berpikir untuk apa kita repot-repot di”latih”, karena toh dunia dan sekitar kita kelihatannya pasti mempunyai solusi untuk segalanya. Bahwa manusia seems to know the answer for “everything”, namun itulah kesombongan manusia yang menyebabkan kita lupa bahwa kita butuh Tuhan. Bahwa kita perlu di latih untuk kemuliaan nama Tuhan dan agar kita dapat mengalahkan “musuh-musuh” kita, Iblis dan dunia, yang selalu berusaha membawa kita menjauh dari Tuhan, sumber kehidupan.

Sangat menarik bahwa 318 orang itu tidak hanya “lahir”, tapi juga di”latih”. Banyak dari kita hanya mau “lahir” di dalam Tuhan, tapi tidak mau di”latih”, tidak mau dibentuk, dan bahkan memisahkan diri dari perkumpulan orang-orang percaya. Biarlah kita mau “lahir” di dalam Tuhan, biarlah kita mau di”latih” di tengah-tengah orang percaya, agar kita dapat menang atas challenge challenge yang ada dan yang akan ada.

Gereja kita ini, Repliqué , bertujuan tidak hanya agar kita “lahir” di dalam Tuhan, tapi juga me”latih” generasi ini di dalam Tuhan. Reach and Teach the generation for Christ. Tidak lama lagi akan ada Easter Camp, biarlah kita mau di”latih” bersama-sama di dalam retret ini di dalam Tuhan, agar kita beroleh kemenangan hanya di dalam Tuhan.

Author – Sucipto Prakoso

Motivation

“The secret of life is to have a task, something you devote your entire life to, something you bring everything to, every minute of the day for your whole life. And the most important thing is – it must be something you cannot possibly do.” Henry Moore

Motivation is the desire to do things. We often do things we do not desire. That is not motivation. If we get up early in the morning on a beautiful day, it is enjoyment. If get up early in the morning to earn a living, that is obligation. But if we get up early in the morning to chase a dream, that is motivation.

To get motivated we need a dream, a vision: be it a cause, an ideology or something we believe in – and that must be bigger than ourselves. As the quote above says: “it must be something you cannot possibly do.”

Motivation can be extrinsic or intrinsic.

Extrinsic motivation originates from without, from outside of us. We love being motivated, we flock to motivational seminars to listen to motivational speakers and get inspired. Our spirit is lifted high to a state of euphoric in a spur of moment. We crave reading motivational books, quotes of the day, inspirational articles just to get pepped up for a time.

There are tangible and intangible extrinsic motivation:

Tangible Extrinsic motivation: money, many forms of rewards, perks, scores, etc.

Intangible Extrinsic motivation: desire to get approval, fear of punishment, etc.

While in itself extrinsic motivation is stimulating, it cannot stand the test of time. It relies heavily on circumstances. In severe cases extrinsic motivation can become addiction, constant craving of stimulants like going to seminars, getting approval, love of money, etc.

Intrinsic motivation comes from within, from inner-self. It does not depend on circumstances, it sees beyond what can be seen, it goes deep within our souls, penetrates our very own beings. Basically intrinsic motivation is internalisation of extrinsic one, for example a child who lost a parent due to illness has the motivation to become a doctor. He sees the suffering, gets motivated by it and internalises the motivation to become his own.

Intrinsic motivation will move us to do things day in day out, in season or out of season, with reward or none, whether people approve or reject. This quiet persistent voice within keeps us moving forward step by step, inch by inch. Nothing dramatic, just steadfast nagging of the soul which refuses to be hushed.  It compels us to do something, something big, bigger than ourselves.

Extrinsic and intrinsic motivation can be good or bad. Getting approval from his peer motivates a teenager to do drugs, that is bad extrinsic motivation. A good score often motivates students to study hard, that is good extrinsic motivation. While extrinsic motivation does not penetrate deep within human soul, intrinsic one will get the job done. This job can be a blessing or a curse. Extremist like terrorist is one example of bad intrinsic motivation.

motivationOur motivation should come from the Lord Jesus Christ, who so loves the world that He dies for our sin, therefore we who believe will live eternally. This realisation of the redemption alone should motivate us enough to do His will. We need to internalise His love to us and to the lost world, thereby we will have this intrinsic motivation to do the task He assigned us on this earth. A motivation deeply rooted within our souls, which will stand the test of time, which will move us constantly regardless of events.

As Paul succinctly writes in the book of Acts chapter 20:24

“However, I consider my life worth nothing to me; my only aim is to finish the race and complete the task the Lord Jesus given me – the task of testifying to the good news of God’s grace”

May this too become our own motivation as we profess our love to Jesus Christ!

Author – Alicia Tani