Rendah Hati Vs. Rendah Diri

Seringkali kita mencampur baur rendah hati dengan rendah diri, sehingga kita tidak yakin dengan tingkah-laku kita. Kita takut mengutarakan pendapat, takut kelihatan beda dengan teman-teman, takut ini, takut itu, karena takut kelihatan sombong.  Bahkan kita takut menyampaikan Injil, karena koq kedengarannya sombong sekali mengatakan keselamatan itu hanya melalui Yesus!

Tanda-tanda diatas itu bukanlah tanda-tanda rendah hati, tapi rendah diri. Rendah diri berfokus pada diri sendiri, bertindak berdasarkan approval orang lain dan bukan berdasarkan conviction, sehingga tindakannya selalu berubah-ubah, selalu tidak yakin dan mempunyai pandangan yang negative terhadap diri sendiri, maupun terhadap orang lain.

Jadi, apakah rendah hati yang sebenarnya? Ada lima hal yang berbicara tentang kerendahan hati:

 

  1. Kerendahan hati dimulai dengan tunduk pada Tuhan.

“Seorang murid tidak lebih dari pada gurunya, atau seorang hamba dari pada tuannya” (Mat. 10:24). “Karena itu rendahkanlah dirimu dibawah tangan Tuhan yang kuat, …(1 Pet.5 :6).

Fakta: Tuhan diatas. Kita dibawah. Dia pencipta. Kita ciptaan. Membuka tali kasutNyapun kita tidak layak. Perbedaan antara Tuhan dengan kita adalah tak terbatas. KemuliaanNya, kebesaranNya, kuasaNya, hikmatNya, keadilanNya, kebenaranNYa, kekudusanNya, belas kasihan dan kemurahanNya adalah jauh tinggi diatas kita sejauh langit dan bumi.

Disamping mengetahui fakta tsb dengan otak kita, kita perlu merasakannya di dalam hati kita.  Apakah kesadaran akan siapa Tuhan dan siapa kita membuat kita rendah hati dan tunduk padaNya? Atau kita malah menjadi sombong karena merasa mengetahui hal tersebut? Betapa sulit mendeteksi kesombongan diri sendiri!

 

  1. Kerendahan hati mengetahui, bahwa kita tidak berhak mendapat perlakuan lebih baik daripada perlakuan yang Yesus dapatkan dalam dunia ini.

“Jika tuan rumah disebut Beelzebul, apalagi seisi rumahnya” (Mat. 10:25).

“Kristuspun telah menderita untuk kamu dan telah meninggalkan teladan bagimu, supaya kamu mengikuti jejakNya…ketika Ia menderita, Ia tidak mengancam, tetapi Ia menyerahkannya kepada Dia, yang menghakimi dengan adil” (1 Pet. 2:21-23).

Kerendahan hati tidaklah membalas kejahatan dengan kejahatan, tidak membangun hidupnya diatas ‘hak-hak’ yang dianggap dimilikinya, melainkan rela melepas ‘hak-hak’ ini demi kepentingan orang lain. Seperti Yesus yang rela melepas hakNya sebagai Raja diatas raja untuk datang sebagai manusia kedalam dunia ini demi menyelamatkan orang yang berdosa.

Begitu banyak sengketa dan kemarahan timbul karena kita merasa berhak menerima perlakukan yang lebih baik. George Otis mengatakan, “Jesus never promised His disciples a fair fight.” Kita perlu mengantisipasi perlakuan yang buruk dan tidak menjadi pahit karenanya.  Inilah kerendahan hati. Roma 12:19 memberikan kita kekuatan untuk memikul tugas yang berat ini dengan mengingatkan kita bahwa Tuhan akan memperhitungkan segala hal dan ketidak adilan tidak akan dibiarkanNya.  Kita tidak perlu membela diri kita sendiri. Biarlah Tuhan yang membela kita.

 

  1. Kerendahan hati menyampaikan kebenaran bukan untuk memuaskan ego kita, tapi sebagai pelayanan kepada Tuhan dan kasih kepada sesama.

“Kasih…bersukacita karena kebenaran” (1 Kor. 13:6). “Apa yang Kukatakan kepadamu dalam gelap, katakanlah itu dalam terang…Jangan takut” (Mat. 10:27-28). “Sebab bukan diri kami yang kami beritakan, tetapi Yesus Kristus sebagai Tuhan, dan diri kami sebagai hambamu karena kehendak Yesus” (2 Kor 4:5).

Seringkali kita dituduh arogan kalau menyampaikan kebenaran. Sehingga kita mulai mengadakan kompromi dengan berbagai macam alasan dan akhirnya kehilangan conviction kita didalam Tuhan. Padahal kerendahan hati adalah menyampaikan kebenaran dengan setia berdasarkan kasih terhadap sesama dan pelayanan kepada Tuhan, apapun yang orang katakan.

 

  1. Kerendahan hati adalah kesadaran bahwa segala yang ada pada kita adalah semata-mata karena kasih karunia Allah.

“Dan apakah yang engkau punyai, yang engkau tidak terima?” (1 Kor 4:7)

Segala sesuatu yang ada pada kita adalah pemberian Tuhan, supaya bisa kita gunakan untuk memberkati orang lain, sehingga nama Tuhan dimuliakan. Baik kepandaian, harta benda, kebijaksanaan, rupa yang baik, pelayanan, waktu, bakat, etc, semua adalah pemberian Tuhan. Kita datang ke dunia ini dengan telanjang, dan dengan telanjang pula kita akan tinggalkan.

Semua yang ada pada kita adalah milik Tuhan yang dipinjamkan untuk sementara waktu supaya kita manage sesuai dengan pimpinanNya, untuk menghasilkan jiwa. Sikap hati seperti ini adalah kerendahan hati.

 

  1. Kerendahan hati bukan saja bersedia menerima nasihat dan belajar daripadanya, tapi juga memiliki rasa takut akan Tuhan dan Dia memanggil kita untuk meyakinkan orang.

“…siapa yang mendengarkan nasihat, ia bijak” (Amsal 12:15). “Kami tahu apa artinya takut akan Tuhan, karena itu kami berusaha meyakinkan orang” (2 Kor .5:11).

Kita tidak tahu segala sesuatu. Apa yang kita ketahuipun, tidaklah lengkap. Tapi Tuhan sudah berkenan menyatakan diriNya melalui Kristus dan melalui FirmanNya. Dia ingin supaya kita merendahkan diri kita berdasarkan apa yang Dia sudah nyatakan, dan berpegang teguh pada FirmanNya.

Kerendahan hati bukanlah sesuatu yang bisa kita capai dengan kekuatan sendiri, sehingga kita tidak bisa me’nyombong’kan diri sebagai orang yang sudah berhasil mencapai kerendahan hati. Kerendahan hati adalah gift yang menerima segala sesuatu sebagai gift. Sebagai buah Injil, mengetahui dan merasakan bahwa kita adalah orang berdosa dan bahwa Kristus adalah Juruselamat kita.

So, for the sake of the Truth, and for the glory of God in the world, don’t confuse timid uncertainty with truthful humility!

Author – Alicia Tani

Suffering

Penyanderaan di Beslan, memakan korban ratusan jiwa, kebanyakan anak-anak…

Pemboman di depan kedubes Australia di Jakarta, seorang anak kecil sekarat…

Pembunuhan sandera-sandera di Irak…

Hurricane di Florida, Cuba…meninggal…menderita…

Kelaparan di Sudan…korban…

Meninggalnya orang-orang yang kita kasihi…

Hari-hari di bulan September lalu penuh dengan berita buruk. Malapetaka dan bencana alam dimana-mana. Korban berjatuhan, baik luka ringan, berat, maupun meninggal. Penderitaan sakit gigi saya yang tadinya terasa demikian besar menjadi tak berarti dibanding dengan apa yang mereka alami.

Mengapa penderitaan harus terjadi di dunia ini? Bahkan, mengapa yang menjadi korban justru mereka yang lemah seperti anak-anak dan rakyat jelata? Seperti Friedrich Nietzsche katakana: “It is not so much the suffering as the senselessness of it that is unendurable.” Respon pertama kita saat mendengar sebuah tragedi adalah: “Kenapa?” Kita  piker kalau kita bisa menemukan jawabannya, penderitaan itu akan lebih tertanggungkan.

Tapi sayangnya tidak ada yang tahu jawabannya. Orang hanya bisa menduga. Dua dugaan yang salah adalah:

  1. Penderitaan berasal dari Tuhan untuk menguji kita. Ini kelihatannya benar, tapi sebenarnya tidak benar. Tuhan tidak pernah merancang penderitaan bagi manusia. Yeremia 29:11 berkata: “Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada padaKu mengenai kamu, demikianlah firman Tuhan, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan.” Jadi jelas penderitaan, kecelakaan, malapetaka, dan sakit penyakit bukanlak berasal dari Dia.
  2. Penderitaan adalah hukum Tuhan atas dosa manusia. Didalam Perjanjian Lama kita melihat Tuhan banyak kali menghukum bangsa Israel. Tapi kalau kita perhatikan, sebelum menghukum Dia selalu memberikan peringatan dan terguran berkali-kali. Saat hukuman terjadi, orang yang bersangkutan selalu tahu apa sebabnya dan apa kesalahannya. Hukuman Tuhan tidaklah ‘senseless’. Apalagi setelah Tuhan Yesus menebus dosa kita, kalau kita percaya dan menerima Dia sebagai Juruselamat, hukuman tidak lagi menimpa kita.

Penderitaan yang terjadi di dalam dunia ini adalah dikarenakan dosa yang masuk ke dalam dunia melalui kejatuhan Adam dan Hawa. Penderitaan ada karena dosa, dosa manusia. Manusia menjadi dikuasai oleh berbagai-bagai keingina jahat dan merusak. Karena keserakahan manusia likunganpun banyak dirusak, sehingga terjadi macam-macam bencana alam.

Penderitaan juga bisa berasal dari jahat. Iblis dengan segala tipu dayanya merancang segala sesuatu yang jahat untuk merusak hidup manusia.

Tanpa mengecilkan arti penderitaan dan perasaan orang-orang yang mengalaminya, saya melihat ada hal-hal positif yang terjadi melalui hal ini:

  • Penderitaan menyadarkan manusia akan kefanaanya atau keterbatasannya dan membuat orang mencari sesuatu diluar dirinya sendiri. Mereka menjadi lebih terbuka terhadap Injil.
  • Mereka yang menderita lebih menghargai manusia daripada hal-hal materi yang tidak bisa menolongnya.
  • Mereka yang menderita tidak lagi menganggap dirinya hebat. Penderitaan membuat orang rendah hati.
  • Orang yang sudah mengalami penderitaan tidak lagi senang bersaing, tapi lebih gampang diajak bekerja sama.
  • Penderitaan melatih kesabaran.

Seorang teman saya yang mengalami kanker payudara sepuluh tahun yang lalu menjadi seorang yang sungguh rendah hati, senang berdoa untuk orang lain dan jarang membicarakan tentang dirinya sendiri. Beberapa bulan yang lalu kanker tersebut kembali dan menyebar ke bagian-bagian tubuhnya yang lain. Tapi satu hal yang dia katakan yang sungguh menyentuh hati saya adalah: “yang terpenting dalam hidup ini adlah hubungan saya dengan Tuhan Yesus, karena itulah yang last forever. All other things are just shadows passing by…”

Jikalau saat ini kita belum pernah mengalami penderitaan, bagaimanakah respon kita dalam menanggapi penderitaan di sekitar kita? Apakah kita punya sikap: ‘Yang penting gua selamat’? Atau kita bersaksi tentang kasih Tuhan yang begitu besar terhadap kita sehingga kita terhindar dari bom di Kedubes, padahal kita hampir saja pergi kesana hari itu? Lalu bagaimana dengan orang-orang yang kena bom dan meninggal, apakah Tuhan tidak cinta mereka?

Biarlah kita belajar untuk lebih sensitif didalam meresponi penderitaan yang terjadi didalam dunia ini. Memang kita perlu menghargai apa yang ada pada kita, apa yang Tuhan berikan kepada kita: hidup, kesehatan, keselamatan, pakaian, makanan. Kita perlu mensyukuri semua itu. Tapi Alkitab katakan di dalam Roma 12:15: “Bersukacitalah dengan orang yang bersukacita, dan menangislah dengan orang yang menangis!”

Author – Alicia Tani

What about Fairness?

Matius 20:1-19

Pada tahun 2004, Shannon Noll, runner up dari Australian Idol I, melepaskan album pedananya yang langsung menjadi hit besar di Australia. Lagu yang berjudul “WHAT ABOUT ME?” inipun menjadi salah satu ‘shower song’ favourite banyak orang. Berikut cuplikan lyric-nya.

Well there’s a little boy waiting at the counter of the corner shop.

He’s been waiting down there, waiting half the day, they never see him from the top.

He gets pushed around, knocked to the ground. He gets to his feet and he says…

Apa next line dari lagu ini?

“WHAT ABOUT ME?

IT ISN’T FAIR,

I’ve had enough, now I want my share can’t you see, ….

WHAT ABOUT ME?”

Lagu ini bercerita tentang seseorang yang marah karena hidup nya tidak fair/adil. Besar kemungkinannya kalau lagu ini menjadi top hit karena banyak orang yang merasa bahwa hidup ini tidak adil.

Kalau kita baca di berita, setiap hari orang diseluruh dunia banyak yang protes mengenai ketidakadilan pemerintah baik Melbourne, Jakarta, ataupun di negara lainnya. Faktanya adalah banyak sekali orang yang merasa tidak puas dengan keadilan dunia ini. Manusia benar-benar makhluk yang gampang sekali cemburu. Kita merasa tidak adil ketika teman kita yang malas mendapat nilai yang bagus, atau saudara yang lebih sukses dalam hidup, orang lain terlihat lebih bahagia, dan sebagainya.

Dalam Matius 20:1-19, Yesus menceritakan sebuah perumpamaan tentang Kerajaan Sorga yang diberitakan kepada dunia. Diakhir pasal ke 19, Yesus mengatakan sesuatu yang membingungkan banyak pendengarnya, “tetapi banyak orang yang terdahulu akan menjadi terakhir dan yang terakhir akan menjadi yang terdahulu”. (Matius 19:30) oleh sebab itu Yesus mengajarkan lebih lanjut dalam sebuah perumpamaan.

Perumpamaan ini dumulai dengan seorang tuan yang mencari perkerja kebun anggur dan dia menemukan sekelompok orang untuk beerja dalam kebun anggurnya mulai ini hari (sekitar jam 6 pagi), dan mereka setuju diupah 1 dinar. Pada zaman itu 1 hari kerja adalah 12 jam. Dalam ayat 3-5, tuan rumah ini keluar dan mengundang orang lagi pada pukul 9 pagi, pukul 12 siang dan pukul 3 siang. Kalau kita simak di ayat ke 4 tuan ini menawarkan upah “pantas” bagi semua orang, namun mereka tidak diberi tahu berapa jumlahnya. Dan untuk terakhir kalinya pada pukul 5 sore, tuan ini pun mengundang sekelompok orang lagi.

Pada ayat 8, tuan rumah ini mengundang kelompok orang yang masuk terakhir untuk menerima upah mereka terlebih dahulu. Mereka mendapat 1 dinar, upah 12 jam berkerja  untuk pekerjaan 1 jam. Pasti orang-orang selanjutnya yang menunggu untuk menerima upah merasa senang. Mungkin dalam pikiran mereka “WOW mereka bekerja 1 jam saja dapat 1 dinar, saya yang  bekerja 12 jam pasti setidaknya mendapat 12 dinar”. Namun yang mengejutkan adalah, mereka mendapat 1 dinar juga. Dapat dibayangkan betapa pekerja ini mulai bersungut-sungut. “Aku udah bekerja 12 jam mereka cuma bekerja 1 jam, aku lebih cape, lebih menderita, seharusnya aku berhak mendapat lebih”. Seperti lagu Shannon Noll diatas, “WHAT ABOUT ME? IT ISN’T FAIR, NOW I WANT MY SHARE!!”

Banyak  dari kita yang sering merasa tidak puas dan tidak merasa tidak adil. Kita merasa bahwa orang lain lebih diberkati, kita tidak puas karena tidak memperoleh kesempatan seperti sesame kita. Kita mulai berteriak pada Tuhan, INI TIDAK ADIL! I DESERVE BETTER!

Kita tidak mengerti apakah itu keadilan di hadapan Tuhan dan kita berusaha mengukur keadilan tuhan dengan keadilan manusia yang sangat sempit dan terbatas. Pada ayat 13-15, tuan ini menjawab protes para pekerjanya bahwa dia berlaku adil karena persetujuan mereka untuk bekerja dengan upah 1 dinar. Bagi pemilik ini bukan masalah ADIL namun ini mengenai kemurahan hatinya. Kemurahan hati adalah member bagi mereka yang tidak layak mendapat, mereka yang jika tidak dipekerjakan akan menganggur. Kemurahan itu bukan keadilan dan tidak bisa diukur dengan keadilan. Kemurahan/Generosity selalu tertuju pada orang yang tidak layak memperolehnya.

Perumpamaan ini mengajarkan kita bahwa dalam Kerajaan Sorga, kita semua memperoleh kemurahan Tuhan yang tidak layak untuk kita terima. Kita ini seperti pekerja yang hanya bekerja 1 jam namun memperoleh kelimpahan. Jika kita terus bersungut-sungut kepada tuan dan tak puas dengan orang lain, kita ini sama dengan orang yang bersungut-sungut kepada tuan dengan meminta apa yang layak kita dapatkan. Namun apakah yang layak kita dapatkan? Alkitab tak pernah lebih jelas mengenai apa  yang layak kita dapatkan. Kita orang berdosa LAYAK ditolak Tuhan, LAYAK untuk mati (Roma 6:23), LAYAK untuk dihukum. Namun karena salib Kristus kita semua menerima kemurahan Tuhan. Tuhan mau mengajarkan bahwa dalam kerajaan Sorga kita semua hidup dalam kemurahan Tuan kita, oleh sebab itu marilah kita rajin bekerja dalam lading tuan kita tanpa bersungut-sungut. Jangan lupa status kita yang adalah orang terbelakan, orang tak layak, yang hidup dalam kemurahan Tuhan.

Author – Lukman Setiawan

Taking Up Your Cross Daily

Kata-Nya kepada mereka semua: “Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya setiap hari dan mengikut Aku.” Lukas 9:23

Sebab pemberitaan tentang salib memang adalah kebodohan bagi mereka yang akan binasa, tetapi bagi kita yang diselamatkan pemberitaan itu adalah kekuatan Allah.” 1 Korintus 1:18

Saya yakin, kita semua pasti tahu dan pernah melihat salib, atau mungkin ada yang menggantung salib di rumah atau sebagai kalung salib di leher. Tetapi, apakah kita mengerti makna salib yang sesungguhnya dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Salib adalah inti/pokok pengajaran Yesus, kekuatan Allah, kata Rasul Paulus.

Survei menunjukkan umumnya hanya di bawah 10% dari para petobat baru yang bertobat pada sebuah KKR (Kebaktian Kebangunan Rohani) yang bisa mempertahankan iman mereka dan bertumbuh menjadi seorang Kristen sejati. Hal ini disebabkan karena yang ditawarkan adalah Injil yang murahan dan penuh kemudahan, bukan Injil yang berisikan salib. Kita mengajak para petobat baru datang kepada Yesus dengan menawarkan bahwa hidup mereka akan menjadi lebih diberkati, mudah dan enak, bila percaya kepada Kristus. Padahal dalam kenyataannya tidak begitu, malah justru dalam mengikut Yesus sering akan lebih sulit dan menderita dari sebelum bertobat.

Salib merupakan dasar dan pembuka jalan dari pengenalan akan Tuhan yang sepenuhnya. Kita hanya bisa memiliki pengenalan Tuhan secara benar bila menerapkan prinsip salib secara terus-menerus, dan hal ini tidak akan pernah berakhir.

Hidup dengan salib akan membawa kita kepada kemenangan demi kemenangan sehingga kerohanian kita bertumbuh dari kemuliaan kepada kemuliaan.

Hidup dengan salib bukanlah memakai kalung atau anting, atau bahkan tattoo salib. Hidup dengan salib adalah:

Hidup  dalam persekutuan yang intim dengan ALLAH.

Bersekutu dengan Allah merupakan kehormatan yang Tuhan berikan kepada setipa orang percaya. Kita harus meletakkan hubungan dengan Tuhan sebagai prioritas utama, melebihi hal lainnya. Untuk itu kita harus menyediakan waktu khusus untuk bersekutu denganNya melalui lewat doa dan firman. Banyak orang Kristen yang sudah melayani dan terlibat dalam pelayanan, namun tidak mempunyai waktu khusus untuk bersekutu  dengan Tuhan. Mereka memang masih berdoa dan membaca firman, namun dengan waktu sisa dan terburu-buru. Berbagai alasan diutarakan, dari sibuk bekerja, sibuk ini dan itu. Bahkan ada alasannya yang sangat rohani, yaitu sibuk “pelayanan”.

Bagaimana mungkin kita bisa melayani Tuhan dengan benar dan efektif bila kita tidak mempunyai waktu untuk bersekutu denganNya, mendengar isi hatiNya dan kehendakNya?

Hidup dalam penyerahan penuh dan ketaatan total.

Penyerahan dan ketaatan merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Semakin kita berserah kepadaNya maka kita akan semakin taat dengan Tuhan. Semakin tinggi tingkat penyerahan kita kepada Tuhan maka semakin banyak sifat dan karakterNya yang terpancar keluar dari hidup kita.

Ada dua pilihan bagi orang yang menghadapi pergumulan/masalah, yaitu mencari/berserah kepada Tuhan, atau melarikan diri dari Tuhan. Bila kita berserah kepada Tuhan maka kita akan mengalami kemenangan. Namun bila kita melarikan diri dari Tuhan dan kembali kepada kehidupan yang  lama maka kita akan terhilang.

Hidup dalam penderitaan dan aniaya.

Saat ini ada pengajaran yang mengatakan bahwa bila seseorang mengikut Yesus maka kehidupan akan menjadi mudah, penuh berkat materi dan kita tidak akan menderita, bahkan dikatakan tidak akan pernah sakit/masuk rumah sakit.

Tetapi Alkitab dengan jelas mengatakan bahwa untuk masuk ke dalam kerajaan Allah kita harus mengalami sengsara (Kis. 14:22).

Yesus berkata bahwa sebagaimana dunia telah menganiaya Dia, maka kitapun akan dianiaya. Salah satu topik kobah di bukit, berbahagaialah orang yang dianiaya karena kebenaran sebab merekalah yang empunya  kerajaan Surga? (matius 5:10)

Penderitaan dan aniaya bukan hanya dari luar saja, tetapi juga dari dalam diri sendiri. Karena kalau sebuah kebenaran, kita harus menderita/sakit, “BE IT”, jangan kompromi.

Hidup dalam pengampunan dan kasih.

Tidak ada orang yang dalam hidupnya tidak pernah mengalami sakit hati dan dilukai orang lain. Sebab itu, Yesus mengajarkan kita dalam doa Bapa Kami untuk mengampuni orang yang bersalah kepada kita, Tuhan mengajar kita bukan saja perlu mengampuni musuh bahkan untuk bisa mengasihi musuh. Tindakan pengampunan harus disertai dengan kasih.

Kita sebagai manusia yang berdosa telah diampuni oleh Tuhan, maka seharusnya kita menyadari bahwa kita juga harus bisa mengampuni orang yang bersalah kepada kita. Yesus memberikan teladan kepada kita tentang pengampunan ketika Ia meminta kepada Bapa untuk mengampuni mereka yang telah menyalibkanNya.

Hidup dalam kerendahan hati dan pengosongan diri.

Selama hidupNya di dunia ini Yesus telah berjalan dalam kerendahan hati dan pengosongan diri (Filipi 2: 6-8). Pada jaman dahulu, kematian melalui salib merupakan cara kematian yang paling hina dari semua hukuman mati lainnya.

Yesus Kristus, Raja dari segala raja rela merendahkan diriNya menjadi serupa dengan manusia dan taat kepada Allah sampai mati di salib.

Salib melambangkan kmatian, kematian terhadap diri sendiri.

Saudaraku, prinsip dunia sangat berbeda dengan prinsip salib. Dunia mengajarkan untuk berebut posisi menjadi yang terbesar dan terkenal, mempromosikan diri kita agar menjadi popular. Tetapi Tuhan mengajarkan prinsip salib dimana untuk menjadi yang terbesar maka kita perlu menjadi yang terkecil.

Author – Pdt. Mindjaja Tani

Tender Conscience

Terpilihnya Ratzinger menjadi Paus Benedict baru-baru ini menimbulkan banyak perdebatan. Ratzinger terkenal seorang yang konservatif. Golongan Liberal, golongan pro-aborsi, golongan gay dan lesbian, golongan pro-euthanasia, dll sangat tidak puas. Mereka menilai Ratzinger kuno, tidak mengikuti perkembangan zaman, tidak fleksibel.

Sebuah artikel di Herald Sun menulis: “Kenapa orang lebih suka Dalai Lama dibanding kekristenan? Karena Dalai Lama mempromosikan ajaran yang membuat orang merasa enak. Bagaimana mencari
ketenangan batin, kedamaian hati, hidup harmonis dengan alam, dll. Sedangkan Kekristenan mempunyai standard kebenaran yang membuat orang tidak comfortable.”

Feeling Good Mentality sedang bekerja secara luar biasa akhir-akhir ini. Kalau aborsi membuat hidupmu lebih mudah, lakukanlah. Kalau pernikahan membuat hidupmu susah, silakan cerai. Lakukanlah apa saja
yang membuatmu senang! Generasi ini sedang mengalami kehancuran moral. Coba bandingkan dengan generasi kakek nenek kita. Hal-hal diatas yang dianggap biasa zaman ini, dulu dianggap tabu!

Antidot dari Feeling Good Mentality bukanlah Feeling Bad Mentality: sengaja cari susah, sengsara, anti having fun, dll. Itu semua adalah hal-hal yang diluan yang bisa dibuat-buat. Tuhan selalu bicara mengenai hati, sumber dari segala perbuatan kita. Untuk menghindari Feeling Good Mentality yang menghancurkan karal moral ini, kita perlu mempunyai tender conscience atau hati yang lembut yang gampang dibentuk:

Empat hal bisa kita pelajari dari kisah Daud di dalam 1 Samuel 23 & 24 untuk keep tender conscience di dalam kita:

Don’t get too excited. Di dalam 1 Samuel 23:7 ditulis bahwa Daud telah masuk Kehila. Lalu berkatalah Saul: “Allah telah menyerahkan dia ke dalam tanganku …” Sedangkan 1 Samuel 24:5 berkata: ”Lalu berkatalah orang-orangnya kepada Daud: “Telah tiba hari yang dikatakan Tuhan kepadamu: Sesungguhnya, Aku menyerahkan musuhmu ke dalam tanganmu…” Kedua belah pihak klaim Tuhan ada di pihak mereka. Siapa yang benar? Kedua belah pihak sudah terlalu excited dan terburu-buru mengambil kesimpulan. Tuhan tidak menyerahkan Daud ke dalam tangan Saul, bahkan Tuhan melindungi dia. Tuhan juga tidak menyerahkan Saul ke dalam tangan Daud karena Dia sendiri yang akan berurusan dengan Saul.

Seringkali kita miss kehendak Tuhan karena kita become too excited. Alkitab berkali-kali katakan: jadilah tenang dan kuasai dirimu, supaya engkau bisa berdoa. Dengan kata lain supaya engkau bisa mendengar suara-Nya. Pendengaran akan suara Tuhan membuat hati kita lembut.

Hindari ‘keselamatan’ yang bisa dijelaskan logika. Daud mempunyai beberapa kesempatan untuk menyelamatkan jiwanya dengan membunuh Saul. Tapi Daud menyadari, kalau dia melakukan hal itu, bukan saja hati nuraninya akan
terganggu seumur hidupnya, tapi itu juga berarti dia mengandalkan kekuatannya sendiri.

Seringkali kita berusaha menyelamatkan diri sendiri dengan cara-cara yang logic. Dengan berbuat baik, rajin ke Gereja, dengan mempunyai moral yang tinggi, atau dengan merancang jalan pintas untuk keluar dari masalah, karena kita malas menantikan keselamatan yang dari Tuhan. Ingat: Salvation belongs to the Lord!

Jalan di dalam Terang, yang berarti terbuka pada pimpinan Roh Kudus dan lakukan apapun yang diperintahkan-Nya. Dia akan menyadarkan kita akan dosa-dosa kita dan memimpin kita kepada Kebenaran, yaitu Tuhan sendiri.

Di zaman yang mendewakan relativitas, yang mengatakan segala sesuatu adalah relatif, kita perlu betul-betul sensitif pada pimpinan Tuhan. Daud merasa bersalah karena telah memotong punca jubah Saul dengan diam-diam (1 Samuel 24:5 & 6). Mungkin kita bingung, kenapa ia harus merasa bersalah? Sudah bagus dia tidak membunuh Saul! Tapi Daud tidak bersandar pada pendapat umum, melainkan pada suara di hatinya.

Ada hal-hal yang mengganggu hati kita yang bagi orang lain ‘normal’. Saat – saat seperti demikian kita harus lebih mendengarkan suara halus yang berbicara melalui hati nurani kita dan melakukannya, walaupun bertentangan dengan pendapat orang banyak.

Mengapa ‘tender conscience’ demikian penting? Karena tanpa hati yang lembut yang mau dibentuk, kita tidak bisa mendengar suara Tuhan. Bagi saya, mendengar suara Tuhan adalah hal yang vital. Kalau kita tuli rohani, kita akan membenarkan semua perbuatan kita yang salah dan membuat hati kita semakin keras.

Mungkin saudara pernah mengalami jamahan Tuhan melalui hal atau firman yang simple, tetapi engkau tidak menanggapinya. Dan sekarang hal yang sama tidak lagi menyentuhmu, kenapa? Karena
hatimu menjadi keras. Ibrani 4:7 berkata: ‘Hari ini, jika kamu mendengar suara-Nya, janganlah keraskan hatimu.

Jadi, jika sekarang engkau masih mendengar suara-Nya, sesamar apapun, lakukanlah! Jangan tunggu kalau-kalau Dia bicara lagi pada kesempatan lain. Jangan ambil resiko ini. Kejadian 6.-3 berkata: ‘Roh-Ku tidak akan selama-lamanya tinggal di dalam  manusia…’ Setiap kali kita ignore suara-Nya, kita akan semakin tuli dan hati kita semakin keras.

Tender conscience adalah modal kita untuk hidup di zaman Feeling Good Mentality & Relativism. Tanpa itu, kita akan bingung dan tersesat selama-lamanya!
To God Be the Glory!

Author – Alicia Tani

Choose Right!

“…Seorang perempuan yang bernama Marta menerima Dia di rumahnya.  Perempuan itu mempunyai seorang saudara yang bernama Maria. Maria ini duduk dekat kaki Tuhan dan terus mendengarkan perkataan-Nya, sedang Marta sibuk sekali melayani. Ia mendekati Yesus dan berkata: “Tuhan, tidakkah Engkau peduli, bahwa saudaraku membiarkan aku melayani seorang diri? Suruhlah dia membantu aku.”
Tetapi Tuhan menjawabnya: “Marta, Marta, engkau kuatir dan menyusahkan diri dengan banyak perkara, tetapi hanya satu saja yang perlu: Maria telah memilih bagian yang terbaik, yang tidak akan diambil dari padanya.”
Lukas 10:38-42

Seekor anak kelinci salju bermain dengan gembira di luar lapangan bersalju tempat keluarganya hidup. Bulunya dan latar belakang salju yang putih membuat dia sulit terlihat oleh elang yang sering terbang di atasnya.

Suatu hari saat dia sedang bermain, tiba-tiba muncul seekor tikus kecil. Kelinci Salju itu mengajak sang tikus untuk bermain bersama. Mereka jadi berteman dan bermain di salju dekat rumah sang kelinci salju. Tikus ini kembali keesokan harinya dan esoknya lagi, dan teman baru ini bermain bersama setiap hari.

Kemudian suatu hari tikus berkata: “Hai, marilah bermain di rumahku!” Kelinci salju melihat ke sekeliling dan bertanya: “Dimana rumahmu?”

“Aku tinggal dalam sebuah rumah besar, tempat dimana manusia tinggal,” jawa tikus. “Keluargaku dan aku tinggal dalam ruang bawah tanah tempat penyimpanan batu bara. Kita dapat bermain sembunyi-sembunyian dalam batu bara dan bersenang-senang. Hayo kita pergi sekarang.”

“Aku, aku tidak tahu,”jawab kelinci salju. “Aku seharusnya tetap berada di dekat lubang rumah kami. Ibuku tidak suuka aku pergi ke tempat dimana dia tidak dapat mendengar aku.” Sambili melihat ke langit, kelinci salju melanjutkan kata-katanya, “Kamu lihat itu, ada elang disana.”

“Oh, janganlah jadi pengecut.” Jawab tikus. “Elang tidak akan dapat menangkapmu. Kita akan bermain di dalam rumah besar, dalam ruang bawah tanah! Tidak akan ada burung besar buruk yang akan melihat kamu disana.”

“Baiklah” jawab kelinci salju, “kukira hal itu tidak akan merugikan kalau hanya sekali ini saja.” “Disamping itu dia tidak ingin temannya menganggap ia begitu pengecut.

Jadi, kelinci salju dan tikus berlari-lari secepat mungkin ke ruang penyimpana baru bara, tempat keluarga tikus tinggal. Mereka memanjat, bersembunyi, bermain dan berguling-guling dalam batu bara. Ketika hari mulai gelap, kelinci salju tahu ia harus pulang. Dia mengucapkan selamat tinggal pada tikus temannya., dan berlari dari ruang batu bara secepat kaki dapat membawa badannya untuk pulang ke rumahnya.

Tinggi di angkasa seekor elang terbang memutar, mengawasi tanah di bawahnya., mencari makanan terakhir hari itu.  Tiba-tiba sesuatu menarik perhatiannya. Itu adalah kelinci salju, yang bulu puthinya telah hampir menjadi hampir hitam terkena batu bara, berlari cepat melintasi salju menuju rumahnya. Elang itu menukik ke tanah, dan dalam satu sambaran kilat, menangkap kelinci salju itu dalam cakarnya dan membawanya terbang…

Sampai hari ini, keluarga kelinci salju menuturkan cerita mengenai anak kelinci salju yang mengalami akhir buruk karena membiarkan temannya membujuknya untuk membuat pilihan yang salah.

Setiap saat dalam kehidupan kita dihadapkan dengan pilihan. Belajar atau menonton? Main game atau membersihkan kamar? Pergi ke kebaktian atau pergi shopping? Chatting di internet atau chatting di dalam roh (BERDOA)!) Dst, dst…

Saudara dapat mengisi harimu dengan pilihan yang salah, pilihan egois, pilihan yang hanya membawa kegelapan, kekecewaan, serta kematian. Atau saudara dapat mengisi hari-harimu dengan pilihan tepat yang membawa engaku pada kehidupan yang kekal.

Kita mungkin tidak langsung mengetahui hal-hal baik yang akan terjadi bila kita membuat pilihan yang benar. Kita tidak apa hal-hal buruk yang mungkin terjadi bila kita membuat pilihan yang salah. Bahkan, kadang-kadang tampaknya pilihan yang benar mungkin mempunyai konsekuensi yang tidak menyenangkan, sementara pilihan yang salah tampaknya lebih mudah dan merupakan cara terbaik untuk menangani situasi. Hal itu terjadi karena kita tidak dapat melihat segala sesuatu yang terjadi, apalagi yang akan terjadi. Penglihatan ktia terbatas.

Kita melihat seperti dari lubang kunci, hanya dapat melihat  lurus ke depan, sangat terbatas. Tetapi Tuhan, DIA dapat melihat seluruhnya. DIA dapat melihat segala sesuat yang sedang dan akan terjadi. DIA memberitahu kita, keadaan kita akan lebih baik dalam jangka panjang bila kita membuat pilihan yang benar.

Jadi ketika pilihan salah tampak seperti lebih menyenangkan ketimbang pilihan benar, ingatlah bahwa saudara hanya melihat lewat lubang kunci.  Ketika pilihan salah tampaknya demikian mudah dan pilihan benar tampaknya sukar, ingat bahwa kita tidak dapat melihat seluruh ruangan. Keitka pilihan salah mempunyai manfaat seketika, dan pililhan benar tidak, ingat bahwa Tuhan dapat melihat segala sesuatu yang terjadi. DIA berkata keadaanmu akan mejadi lebih baik dalam jangka panjang bila kamu membuat pilihan yang benar.

Buatlah itu menjadi sasaranmu hari ini –  dan setiap hari dalam kehidupanmu – untuk mengisi hari-harimu dengan pilihan yang benar dan terbaik, seperti yang dilakukan oleh Maria. Jangan seperti pilihan anak kelinci salju. Dalam kisah yang ditulis dalam Injil Lukas pasal 10 ayat 38-42, Yesus berkata bahwa Maria tela memilih bagian yang terbaik, yang tidak akan diambil daripadanya. Pilihan tepat dari Maria membawa dia pada kehidupan kekal yang tidak akan dimabil daripadanya.

“Dan inilah doaku, semoga kasihmu makin melimpah dalam pengetahuanyang benar dan dalam segala macam pengertian,sehingga kamu dapat memilih apa yang baik, supaya kamu suci dan tak bercacatmenjelang hari Kristus,penuh dengan buah kebenaran yang dikerjakan oleh Yesus Kristus untuk memuliakan dan memuji Allah.” (Filipi 1:9-11)

Author – Pdt. Mindjaja Tani

When God Doesn’t Make Sense

Saya suka iseng membrowse Koorong.com untuk melihat  buku-buku  Christianity, siapa tahu ada yang lagi sale  banyak dan saya jadi tertarik untuk beli 🙂

One day, as i browsed casually, i happened to see this  book with title of  When God doesn’t make sense.

Saya pun membelinya dan mulai membacanya. Disini  saya mengenal  istilah baru yang dipakai oleh Dr James  Dobson, the betrayal barrier, suatu  istilah yang digunakan  untuk menggambarkan suatu periode dimana Tuhan  seakan-akan mengecewakan umatnya atau mengacuhkan  mereka.

Banyak kasus terjadi dimana seseorang baru saja lahir baru dan  mengalami begitu banyak cobaan, atau bisa juga pada seseorang yang sudah bertahun-tahun melayani Dia faithfully dan tiba-tiba hidupnya mulai collapse tanpa alasan. Reaksi natural setiap orang akan bertanya, “Tuhan, kenapa Kau biarkan hal ini terjadi pada saya?”, demikian kata buku ini. Mungkin sesekali saya juga pernah bereaksi yang sama.

whengoddoesntmakesenseSatu pengalaman pribadi yang sangat berharga adalah proses aplikasi PR saya.

Di saat-saat itu saya bisa menyadari dan mengatakan betapa tangan Tuhan yang sungguh nyata-lah yang telah menopang saya dan memberikan jalan keluarnya. It was a tough time and so uncertain, dimana orangtua saya tidak mendukung rencana saya untuk meng-apply PR sehingga saya memutuskan untuk mengurus semuanya sendiri, tanpa bantuan agen, untuk meminimalisir biaya yang harus dikeluarkan.

12 March 2008, I lodged my PR application. As days gone by, kepanikan saya semakin urung. Pasalnya tidak ada kabar sama sekali dari DIMIA, kecuali menyatakan bahwa aplikasi saya sudah masuk, that’s it. Tidak ada kabar tentang progressnya atau bahkan tentang kekurangan dokumen yang ada. Months gone by and I was left to hope only in Him. No one else, nothing else.

Dan suatu malam, 16 Oktober 2008, 7 bulan setelah lodgement, saya mendapat email yang menyatakan bahwa saya mendapat Skilled-Sponsored Visa. Awalnya sempat bingung dan tak percaya, tapi setelah dibaca dengan teliti dan konfirmasi, akhirnya saya mengerti bahwa itu adalah PR yang saya nanti-nantikan. I was speechless.

Banyak hal lain yang saya alami dimana Tuhan menyatakan kuasaNya. Namun hal PR ini menjadi one of the significant milestone of my journey in Him.

Sekarang, setiap kali saya mengalami pergumulan atau tantangan, saya diingatkan, melalui pengalaman ini,  bahwa pertolongannya sungguh tidak pernah terlambat.

Menyangkut dengan istilah betrayal barrier yang saya baru dapat ini, saya diingatkan untuk keep holding to the faith that we have in times of hardship.

Tidak saya sangkali bahwa ada keragu-raguan dalam diri saya bahwa Tuhan mungkin tidak akan menjawab persoalan saya ini, atau mungkin Dia akan jawab, namun bukan jawaban yang ingin saya dengar.

It is going to be hard, to walk in the mist where there seems to be no light, but God expect no more, no less than that. That is faith.

Don’t demand explanations. Don’t lean on your ability to understand. Don’t lose your faith. But do choose to trust Him, by the exercise of the will He has placed within you. The only other alternative – is despair. ( from page 89, last paragraph, When God doesn’t make sense )

Author – Gina Caswara

Weaknesses In Me

Sering sekali dalam hidup, manusia membatasi diri dengan fixed concept of themselves dan cenderung menjadikan hal tersebut sebagai alasan agar orang lain dapat memakluminya.

Disadari atau tidak hal tersebut menjadi lifestyle dalam hidup seseorang. Dengan kata lain, kelemahan dan kekurangan menjadi patokan atau penghalang untuk sebuah kesuksesan. Adalah pengalaman yang tidak enak saat kita menemukan adanya kelemahan dalam diri kita apalagi saat hal tersebut diketahui oleh orang lain.

Kelemahan itu bisa jadi sifat kita atau hal yang berhubungan dengan fisik kita. Menanggapi hal tersebut, beberapa orang dengan simpel berkata ‘ya, ini memang gw’ dan mencap diri sendiri dengan kelemahan tersebut.

Menyerah terhadap kelemahan berbeda dengan sekedar menerima keadaan. Orang yang menyerah terhadap kelemahan atau kekurangan cenderung menyalahkan keadaan dan memutuskan untuk tidak melakukan apa-apa dengan berpikir kalau semuanya itu adalah nasib.

Kemudian pertanyaan pun muncul, can we really overcome our weaknesses? Memang tidak mudah mengatasi hal tersebut tetapi jika kita mau, pasti akan ada solusi. “anda” bukan masalah anda

Terkadang kita cenderung berpikir bahwa beginilah diri kita beserta kelemahan-kelemahan yang ada. Hal ini tidaklah benar. Saat awan menutupi matahari, itu bukan berarti bahwa matahari tidak eksis. Semuanya kembali terserah kepada diri kita masing-masing, apakah kita mau menyerah dengan kelemahan dan kekurangan yang kita punya atau kita mau melakukan sesuatu yang lain tanpa memfokuskan diri kita pada kekurangan atau kelemahan yang ada.

Jangan Menyerah

seperti kata the massive ‘jangan menyerah’! Saat kita sadar akan kelemahan dan kekurangan kita, jangan menyerah! Pastinya tidak mudah untuk mengatasi kelemahan dan kekurangan yang kita miliki, tapi bukan berarti kita harus menyerah begitu saja. Seize the moment, seize the day, no matter what kelemahan atau kekurangan yang ada di dalam hidup kita, biarlah kita dapat terus berlari untuk mengejar mimpi.

So, bagaimana sikap kita dengan kelemahan dan kekurangan yang kita punya? Apakah kita mau menyerah begitu saja atau apakah kita mau terus maju tanpa memfokuskan pikiran kita pada kelemahan dan kekurangan yang ada.

Semuanya kembali kepada diri kita masing-masing. Well, memang semuanya itu bukan hal yang mudah dan instan seperti indomie seleraku.

Tapi adalah suatu hal yang pasti kalau Tuhan memiliki rencana yang indah untuk setiap dari kita. No matter what kekurangan atau kelemahan yang ada di dalam diri kita atau bahkan crack di hidup kita, Dia tetap mengasihi kita. Dia juga dapat memakai setiap dari kita untuk menjadi “hero” di dalam Dia walaupun kita memiliki kekurangan dan kelemahan. Hanya saja kita perlu datang kepada Dia membawa semua kelemahan dan kekurangan atau bahkan crack yang kita punya. Dia yang akan menyempurnakan semuanya!

Baiklah kawan! Mari menjadi “HERO” di dalam Dia tentunya!

Author – Dyah Ayu Pranintyasari

Merdeka

Bulan Agustus merupakan bulan kemerdekaan bagi bangsa Indonesia, bulan dimana bangsa Indonesia merayakan kemerdekaannya dari kolonialisme, dari penjajahan, dan kemerdekaan untuk berdiri sendiri sebagai bangsa yang besar, dan yang terutama BEBAS. Karena itu kata Merdeka sering ditambahkan dengan kata Bebas, itu yang sering kita dengar ‘Bebas Merdeka’.

Tidak hanya suatu bangsa yang menginginkan untuk merdeka, kita semuanya juga menginginkan kemerdekaan dan kebebasan. Teringat waktu di mana kita masih kecil, serasa ingin cepat-cepat besar, hidup sendiri dan mandiri. Itu yang sering kita impikan. Tetapi apakah sebenarnya kemerdekaan itu.

Kita tentu pernah mendengar tentang cerita anak yang hilang. Cerita yang disampaikan oleh Yesus Kristus sendiri, dimana ada seorang anak yang ingin ‘merdeka’, seorang anak yang ingin hidup bebas, ingin hidup tidak lagi di rumah ayahnya. Ia pun meminta hak warisnya, dan kemudian memulai hidupnya yang bebas merdeka. Ia pergi jalan-jalan, pergi main-main, makan, pesta pora, mungkin juga shopping, dan hidup bebas merdeka berbuat menurut apa yang dikehendakinya. Hidup bebas merdeka, dimana tidak ada yang memarahi, melarang, hidup senang. Don’t we all love to live like that?

Sering kali gambaran inilah yang kita sangka arti hidup bebas merdeka itu. Hidup seperti anak yang hilang ini. Tetapi dari cerita ini, kita tahu bahwa bukan itu arti sebuah kemerdekaan. Dari cerita ini, kita dapat melihat bahwa ternyata ‘bebas merdeka’ yang sering kita pikirkan ternyata hanyalah another form of slavery, bahwa anak ini hidup di bawah penjajahan dunia dan dosa.

Seseorang menggambarkan arti kemerdekaan itu sebagai ‘Being able to be all that you were meant to be’. Being able to be all that you were meant to be. To be YOU. Kalau boleh saya tambahkan” Being able to be all that God intended us to be”. That is freedom, hidup yang tidak lagi dibawah penjajahan dunia, dan penjajahan dosa, hidup yang tidak lagi bergantung kepada keduniawian, atau hidup yang tidak lagi bergantung kepada nafsu yang sia-sia. Hidup yang dimerdekakan oleh kasih Kristus.

Rasul Yohanes berkata (1 Yohanes 5:20) … bahwa Anak Allah telah datang dan telah mengaruniakan pengertian kepada kita…. Jadi Yesus datang juga untuk memberikan kepada kita pengertian. Apa yang dikatakan Yesus tentang pengertian untuk bagaimana untuk memperoleh kemerdekaan ini? Yohanes 8:30-32

John 8:30  Setelah Yesus mengatakan semuanya itu, banyak orang percaya kepada-Nya.

John 8:31  Maka kata-Nya kepada orang-orang Yahudi yang percaya kepada-Nya: “Jikalau kamu tetap dalam firman-Ku, kamu benar-benar adalah murid-Ku

John 8:32  dan kamu akan mengetahui kebenaran, dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu.”

Bahwa kita akan hidup merdeka kalau kita mengetahui kebenaran Kristus. Hidup bebas ‘to be all that God intended us to be’.

Kalau mau ditaruh dalam konteks yang lebih practical, dengan memiliki kemerdekaan Kristus, kita akan dapat hidup dengan jelas, dalam arti kita akan mengetahui kehendak Tuhan untuk hidup kita, hidup kita tidak akan terasa sia-sia atau bosan, hidup kita akan merdeka atas kekhawatiran, merdeka atas guilt and shame karena kegagalan kita, dan merdeka atas banyak hal-hal lainnya.

Merdeka atas kekhawatiran adalah hal yang sangat penting karena berapa banyak dari kita yang khawatir akan hidup ini (mungkin sekarang belom, tapi nanti kalau umur terus bertambah, nahhh ….), khawatir akan sekolah, khawatir akan pekerjaan, khawatir akan uang, khawatir tentang keluarga, dan kalau sudah lebih tua, khawatir tentang sakit, dan khawatir tentang kematian, what next after this life, dan kekhawatiran lainnya. Di dalam Kristus, kita akan dimerdekakan atas itu semua. What a wonderful promise!!

Bagaimana kita dapat meraih kemerdekaan itu? Apakah membutuhkan bambu runcing seperti pada saat Indonesia memperjuangkan kemerdekaan?

Yesus berkata untuk kita dapat memperoleh kemerdekaan itu, yang pertama adalah:

  1. Kita perlu percaya. Di dalam ayat Yoh 8:30 dikatakan, ‘Orang percaya kepadaNya’. Percaya kepadaNya, di dalam terjemahan Inggris ada dua, dalam New King James, dipakai ‘Many believed ON Him’, dalam terjemahan NIV, dipakai ‘Many put their faith IN Him. Kita lihat dari kata ‘ON’ dan ‘IN’ ini, bahwa hal pertama adalah kita perlu percaya kepada Kristus, tidak hanya percaya, tapi kepercayaan yang mengandung kata ‘ON’ dan ‘IN’ dengan kata lain, kita percaya kepada Kristus diatas, didalam, disekeliling, ON dan IN. Percayalah kepada Kristus sepenuhnya.
  2. Hidup di dalam Firman dan menjadi murid. Sejalan dengan Visi dan Misi gereja kita, Reach and Teach the generation for Christ. Penting bagi kita untuk hidup di dalam Firman dan menjadi murid. Bukan hidup kekristenan yang seperti ‘Join a Christian Club’, tapi yang benar-benar mau dilatih menjadi murid Kristus dengan ketaatan dan full commitment.
  3. Terimalah kebenaran. Know the truth. Menerima kebenaran Kristus di dalam hidup kita secara full dan non-selective. Tidak hanya menerima kebenaran yang ‘enak’ tapi juga menerima kebenaran yang kadang kala menurut kita ‘tidak enak’.

Dan seperti yang Yesus katakan, kita akan menerima kemerdekaan itu “Jikalau kamu tetap dalam firman-Ku, kamu benar-benar adalah murid-Ku dan kamu akan mengetahui kebenaran, dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu.”

BEBAS MERDEKA

Author – Sucipto Prakoso

Imagine

Bayangkan hidup di tengah padang pasir, di dalam tenda tenda, tanpa listrik, dan tanpa TV. Bayangkan kita lahir di tanah asing, dimana yang ada hanyalah padang pasir, kerja keras, dan chal  lenge challenge hidup lainnya. Pastinya hidup akan sangat susah. Jangankan mencari keran air, mencari sumber mata air saja susah. Apalagi jika kemudian kita harus berpindah-pindah tempat.

Inilah keadaan yang harus dialami oleh Abraham serta orang-orang yang mengikutinya. Mungkin setiap hari mereka harus menghadapi challenges yang ada di dalam kehidupan mereka bersama Tuhan. Mereka harus terus berpindah, mencari air,  menghindari sand storm yang biasanya sering terjadi di padang pasir, tanpa listrik, tanpa toilet dengan flush, dan tanpa TV.

Di dalam Kejadian 14:14 dikatakan bahwa ada 318 orang yang lahir di rumah Abraham. Sekali lagi, jangan bayangkan rumah jaman modern, rumah di jaman Abraham itu adalah tenda yang mungkin saja hanya berisi barang barang yang sangat mereka perlukan untuk survive di tengah-tengah keganasan padang pasir Timur Tengah.

Belum lagi ancaman dari orang-orang yang tinggal di sekitar mereka yang tidak suka dengan mereka. Kita baca sejenak dari Kisah ini

Kejadian 14:14  Ketika Abram mendengar, bahwa anak saudaranya tertawan, maka dikerahkannyalah orang-orangnya yang terlatih, yakni mereka yang lahir di rumahnya, tiga ratus delapan belas orang banyaknya, lalu mengejar musuh sampai ke Dan.

Kejadian 14:15  Dan pada waktu malam berbagilah mereka, ia dan hamba-hambanya itu, untuk melawan musuh; mereka mengalahkan dan mengejar musuh sampai ke Hoba di sebelah utara Damsyik.

Kejadian 14:16  Dibawanyalah kembali segala harta benda itu; juga Lot, anak saudaranya itu, serta harta bendanya dibawanya kembali, demikian juga perempuan-perempuan dan orang-orangnya.

Karena sadar bahwa hidup itu challenging, mereka tidak hanya perlu di“lahir”kan tapi juga perlu di”latih” atau training. Training untuk menghadapi keadaan di padang pasir, training tindakan darurat yang perlu dilakukan pada saat musuh menyerang, dan saya percaya sebagai orang yang lahir di rumah Abraham, mereka juga pasti akan di-training untuk mengenal Allah yang memanggil Abraham. Bayangakan berdoa dan beribadah bersama-sama dengan lebih dari 318 orang yang tinggal di rumahnya. Betapa dahsyatnya pada saat 318 orang berdoa bersama, mengakui bahwa hidup ini hanya bergantung kepada Tuhan saja. It must be so powerful and wonderful.

Dan karena karena ter”latih” inilah, mereka dapat mengalahkan musuh dan menyelamatkan Lot dan keluarnya. Tentunya mereka tidak akan dapat mengalahkan musuh kalau mereka hanya lahir, namun tidak ter”latih” bersama-sama dengan satu tujuan yaitu hidup dengan mengikuti kehendak Tuhan saja. Abraham tahu akan hal ini, karena itu ia melatih mereka.

Bagi saya dan semua dari kita yang sudah lahir di tengah-tengah convenience of the world, kita sangat tidak suka untuk hidup tanpa listrik, TV, air, dan sudah pasti tidak suka yang namanya pindah-pindah rumah. Kita telah lahir di dunia yang begitu memanjakan kita. Karena itu, kita cenderung untuk menjadi egois, menjadi so-called “independent”, dan lupa/tidak sadar bahwa sebenarnya dunia ini tidak terpisahkan dari challenge challenge yang ada dan yang akan ada. Kita lupa bahwa setiap dari kita ini perlu lahir dan dilatih di dalam Tuhan agar kita dapat melewati challenge challenge yang ada.

Kita suka berpikir untuk apa kita repot-repot di”latih”, karena toh dunia dan sekitar kita kelihatannya pasti mempunyai solusi untuk segalanya. Bahwa manusia seems to know the answer for “everything”, namun itulah kesombongan manusia yang menyebabkan kita lupa bahwa kita butuh Tuhan. Bahwa kita perlu di latih untuk kemuliaan nama Tuhan dan agar kita dapat mengalahkan “musuh-musuh” kita, Iblis dan dunia, yang selalu berusaha membawa kita menjauh dari Tuhan, sumber kehidupan.

Sangat menarik bahwa 318 orang itu tidak hanya “lahir”, tapi juga di”latih”. Banyak dari kita hanya mau “lahir” di dalam Tuhan, tapi tidak mau di”latih”, tidak mau dibentuk, dan bahkan memisahkan diri dari perkumpulan orang-orang percaya. Biarlah kita mau “lahir” di dalam Tuhan, biarlah kita mau di”latih” di tengah-tengah orang percaya, agar kita dapat menang atas challenge challenge yang ada dan yang akan ada.

Gereja kita ini, Repliqué , bertujuan tidak hanya agar kita “lahir” di dalam Tuhan, tapi juga me”latih” generasi ini di dalam Tuhan. Reach and Teach the generation for Christ. Tidak lama lagi akan ada Easter Camp, biarlah kita mau di”latih” bersama-sama di dalam retret ini di dalam Tuhan, agar kita beroleh kemenangan hanya di dalam Tuhan.

Author – Sucipto Prakoso